Perempuan yang Diobjekkan

gambar ini dari http://revi.us/
Perempuan adalah aktor utama dalam membangun fondasi suatu peradaban. Kaum perempuan juga merupakan makhluk yang mampu memberikan cinta dengan penuh. Namun, sekaligus pula ia membutuhkan cinta. Cinta adalah sebuah sinyal atau bukti bahwa masih adanya keberadaan manusia. Cinta yang dimaksudkan penulis adalah sebuah perhatian maupun pengertian yang diberikan kepada perempuan itu sendiri.
Namun, perhatian dan pengertian itu telah berkurang bahkan mungkin hampir hilang. Dibuktikan dengan semakin tidak dihargainya kodrat perempuan sekarang ini.

Perempuan di zaman apapun selalu menjadi buah bibir masyarakat. Segala interaksi yang terjadi antara perempuan dan laki-laki pun kerap kali menempatkan posisi perempuan sebagai pusat terbentuknya kesalahan. Menyebabkan munculnya usaha perempuan untuk menjadi sukses dan kaya. Bukan berarti keinginan para perempuan hanya untuk dihargai oleh laki-laki. Namun, memang sudah sebagaimana mestinyalah perempuan pantas diakui eksistensinya. Kegelisahan-kegelisahan terkait pengakuan eksistensi dan perasaan termarjinalkan inilah yang pada akhirnya memunculkan gerakan-gerakan feminisme dengan harapan dapat membuat perubahan terkait pandangan lingkungan atau masyarakat terkait perempuan.



Pengertian dan Tujuan Feminisme


Secara etimologis, feminisme berasal dari kata Femme (woman), perempuan (tunggal) dan Isme (Setuju dengan sebuah pikiran/pandangan) yang bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan sebagai kelas sosial. Feminisme difokuskan untuk menghilangkan pertentangan antara kelompok yang lemah dan yang dianggap lebih kuat. Feminisme juga diharapkan mampu meningkatkan pentingnya kesadaran mengenai persamaan hak antara perempuan dan laki-laki dalam semua bidang.

Sama belum tentu adil. Laki-laki dan perempuan diciptakan sebagaimana porsi mereka masing-masing. Sama adalah membuat apapun dengan setara secara absolut tanpa melihat porsi. Dapat diibaratkan jika seorang yang berjualan es teh menggunakan dua gelas yang memiliki perbedaan tinggi, tentu volume es teh yang dibutuhkan masing-masing gelas pun akan berbeda. Namun, penjual malah tetap menyamakan volume es teh meskipun ukuran kedua gelas berbeda. Lain hal dengan keadilan, yang artinya menempatkan sesuatu dengan sepadan. Penjual es teh tadi justru akan mengisi gelas tersebut sesuai dengan volume yang dibutuhkan oleh tiap gelas dengan catatan kedua gelas tetap sama-sama penuh.

Murid Mengkritik Guru


Salah seorang filsuf yunani kuno, Aristoteles. Ia awalnya mengkritik gurunya, Plato. Plato berpendapat bahwa segala sesuatu didunia ini pasti dibuat dengan cetakan atau bentuk yang tak kenal waktu, kekal dan abadi.

“Teori Ide Plato”

“Apakah semua ayam terlihat sama? Tidak, mereka berubah. Mereka tumbuh dan berkembang, namun bentuk seekor ayam tetaplah dikenal demikian, sifatnya kekal dan abadi.” (Ingat ya... di dunia ini yang abadi cuma perubahan)
Konsep Plato adalah segala sesuatu yang ada di dunia ini ada karena diciptakan. Diciptakan melalui cetakan-cetakan yang berasal dari kumpulan ide-ide.
Yang menghasilkan adanya ayam ideal, kuda ideal dan manusia ideal. Ini merupakan hasil dari cetakan atau bentuk dari realitas yang kita kenal pada umumnya.
 Teori ini kemudian dikritik oleh Aristoteles yang memiliki sifat realistis dan empiris. Realita menurut Aristoteles adalah apa yang tertangkap oleh indra. Akal tidak mengandung ide bawaan, tetapi akal lah yang membuat ide kemudian ditangkap oleh indra.



Aristoteles sependapat dengan Plato bahwa manusia memiliki akal bawaan, tetapi akal itu sifatnya kosong sampai manusia menemukan sesuatu dan muncullah ide..
Menurut Aristoteles keberadaan akal inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lain. Dari sinilah Aristoteles melakukan pengklasifikasian makhluk hidup yang dibagi menjadi dua yakni hewan dan tumbuhan.

Namun terdapat hal lain yang memiliki keterkaitan terhadap pembahasan kali ini. Dimana secara tidak langsung Aristoteles turut mengklasifikasikan manusia. Ketika ia mengatakan bahwa “perempuan adalah unfinished man (perempuan adalah laki-laki yang tidak sempurna)
Ada satu titik dimana Aristoteles lupa tentang peletakan subjek manusia. Bahwa realitas mengatakan hanya terdapat dua kodrat mengenai eksistensi manusia, yakni perempuan dan laki-laki. Bukan salah satu dari keduanya.

“Konsep Dikotomik”

Terdapat sebuah konsep yang dikenal dengan konsep dikotomik. Konsep yang menjadikan perempuan berada di posisi subordinat/ yang termarjinalkan.
Konsep ini mengkontraskan dua hal. Seperti baik/buruk, hitam/putih, cantik/buruk, maskulin/feminin, laki-laki/perempuan. Ini menandakan bahwa terdapat keadaan yang terjadi secara alamiah. Bahwa, adanya maskulin karena adanya feminin. Maka kesimpulannya adalah sifatnya tetap.
Tidak baiknya adalah konsep ini telah melahirkan sistem ketidak adilan. Dalam konsep ini terdapat dominasi yang berujung penindasan.


Sehingga, kesimpulan yang pertama, adalah Pandangan Aristoteles adalah salah. Perlu disadari bersama bahwa pria dan wanita tidak akan sama dan tidak perlu disamakan. keduanya akan saling sempurna karena saling mengisi. Biarlah tetap pada kodratnya masing-masing, saling memberi dan mengisi kekurangan. Intinya adalah Wanita dan lelaki adalah kesempurnaan yang tidak bisa dibandingkan. Kedua, subjektivitas laki-laki yang di buat karena cara pandang atau cara pikir yang meletakkan laki-laki pada sifat tunggal dan terpusat. Ia tidak akan mengakui keberadaan entitas lain karena merasa bahwa dirinyalah subjek yang sudah semestinya mengobjekkan entitas lain. Ketiga, perempuan berhak untuk mendapat pengakuan atas eksistensinya. Ia berhak untuk mendapat keadilan yang sesuai dengan hak yang dimilikinya. Hak sebagai seorang manusia.

Kunjungi Instagram: Anak_Ayam_Paok
Labels: buku, opini

Thanks for reading Perempuan yang Diobjekkan. Please share...!

4 Comment for "Perempuan yang Diobjekkan"

Back To Top